CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Senin, 24 November 2008

4 in 1 pic...^^





4 musim jadi saTu...hehe^^...

keren bgt...

miringkan kepala ke kiri...hehehe^^

coba liat sambil miringin kepala k kiri degh...hehe...

keren khan??? hohoho~

nih foto batu yg menyerupai bentuk ibu dan anak, adanya di burma, muncul sesekali dlm bebera tahun...hehe...

sumber: www.kaskus.com

Hidup seperti makan permen?

Permen ada banyak jenisnya, ada yang kenyal, ada yang keras, bahkan ada juga yang lengket yang namanya permen kaaret.
Walau bentuknya beda ada yang lonjong, bulat, kotak, panjang dan rasanya juga beda ada rasa coklat, strawbery, susu, rasa nano nano
warnanya juga beda-beda, berwarna warni indah
Yang paling penting dari semua itu adalah rasanya 'MANIS'.
dan siapa yang tidak senang dengan Permen? begitu nikmat didalam lidah.
rasa manis itu pun sering membuat kita mau terus.. terus… dan terus untuk memakannya... tetapi rasa manis itu juga memberikan rasa haus pula.
Belajarlah dari "Permen"
dalam Hidup kita juga sama halnya
Semua kenangan 'manis' sifat dan kejadiannya beda-beda, tetapi memberikan kita sulit melepaskan pada kenangan yang 'manis' itu, membuat kita semakin 'ingin' mengulanginya kembali,
Membuat kita semakin haus akan rasa manis tersebut....
dan tanpa disadari kita terus mencari dan mencari sesuatu yang 'manis'.
Tanpa disadari... sering sekali yang datang dalam hidup kita adalah hal-hal yang 'pahit' dan kita tidak mau menerimanya... karena ternyata kita haus akan hal-hal yang 'manis'.
ingat pepatah habis manis sepah dibuang!
Selama kita dapat menikmati rasa manis yang hadir dalam hidup kita, itu baik-baik saja dan membantu kita memberikan kenyamanan dan keindahan dalam hidup.
Tetapi bila kita terobsesi dengan rasa 'manis' itu, maka hanya memunculkan penderitaan bagi kita dan bila keinginan serta rasa haus itu tidak terpenuhi, maka kekecewaan akan hadir memenuhi hidup kita...
Ingat kelebihan unsur manis hanya memberikan masalah. Kelebihan gula darah akan menyebabkan terkena kencing manis.
Jadi hiduplah seimbang, dan nikmatilah hidupmu dengan baik dan seimbang.
Ingatlah tidak selamanya permen itu manis, aku sangat senang dengan ‘permen nano nano’ karena selalu mengingatkan kita kehidupan itu banyak rasa….
Seperti asam, manis, pedas, getir… hahahhahaha……
Salam mudita,
Neng Xiu

Sambal Kehidupan

Siapa yang tidak kenal Cabe atau cabai?
cabe adalah bahan dasar membuat sambal atau sambel, ada cabe rawit, cabe merah biasa dan cabe merah kriting, bahkan ada juga cabe hijau.
Siapapun tahu cabe ini pedas, baunya menusuk hidung dan mata, kalau kena kulit panas, dan bisa membuat bibir jadi merah merekah, tanpa perlu pakai bibir merah... dan bisa buat perut mulas-mulas dan puanas...
Tetapi walau bagaimanapun cabe bila dnegan posri tepat, takaran yang pas dan perpaduan yang baik akan menjadikan hidangan yang sedap.
Tanpa cabe mungkin makan petis buah tidaklah nikmat, tanpa cabe makan apapun agak hambar, tanpa cabe masakan padang bukanlah segalanya, tanpa cabe tahu goreng, dan tempe goreng berasa hambar....
Demikianlah Pedasnya cabe ibarat "kata-kata yang pedas... ucapan kasar, dan ungkapan emosi yang 'panas'.
sering membuat orang jadi 'panas' dan berasa sangat pedih setelah di maki, atau di marahin oleh seseorang.
karena kata-kata pedas, lebih bersifat melukai seseorang.
Tetapi bila kita bisa mengunakan kata-kata yang baik, cara yang bijaksana dalam memberikan nasihat bagi seseorang, dengan takaran yang tepat, tata bicara yang baik dan terarah...
Kata-kata bisa menjadi Motivasi yang cukup 'pedas', 'hot', dan 'membakar' semangat...
Ia tidak melukai dan malah memberikan dukungan dan semangat dalam bekerja, bertindak dan bertingkah laku.
kata-kata pedas yang tidak proposional hanya akan menimbulkan kegelisahan dan memberikan hawa panas bagi yang mendengarkan.
Kata-kata pedas yang proposional akan memberikan dorongan dan motivasi membangun bagi yang mendengarkan.
salam mudita,
Neng Xiu

TUGAS KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA UPACARA KEMATIAN BUDAYA TIONGHOA

Di dalam masa perkabungan orang – orang Tionghoa melaksanakan persembahyangan, sebagai tanda bukti untuk menunjukkan rasa bakti kepada orang yang meninggal dunia.
Pada umumnya dari keluarga yang meningal dunia, seperti istri, anak, menantu, dan cucu memakai pakaian putih – putih yang biasa disebut Tuaha (pakaian perkabung). Tuaha ini dibuat dari kain bekas karung terigu.
Ketentuan:
• Anak laki – laki pada umumnya memakai tuaha selama tiga tahun (tiga shio) atau 27 bulan dan ada yang memakai 21 bulan.
Cara menghitungnya sebagai berikut; bila 27 bulan, dihitung sebagai unjuj rasa atau balas budi terhadap orang tua, yang selama 9 bulan 10 hari di dalam kandungan dan satu tahun setengah dalam asuhan/menyusui. Jadi 9 + 18 = 27 bulan.
• menantu perempuan, memakai tuaha sama dengan anak laki-laki dari orang yang meninggal dunia. Maksudnya sebagai pendampin suami yang setia, yang turut simpati atas rasa dukkha cita sang suami.
• Istri dari almarhum, memakai tuaha sama dengan anak laki – laki, yang maksudnya menunjukkan rasa cinta yang sangat mendalam, karena ditinggal dengan orang yang paling dicintai.
• Anak perempuan dan menantu laki- laki boleh memakai tuaha selama satu tahun.
• Cucu dalam boleh memakai tuaha selama tiga tahun atau satu tahun.
• Saudara boleh memaki biru selama 7 hari atau 100 hari.
• Cucu luar boleh memakai tuaha atau biru selama 1 tahun/100 hari/7 hari.
Dua batang hio adalah lambang penghormatan kepada arwah orang yang meninggal/Im – Yang/laki – laki & perempuan, karena kita berasal dari ayah dan ibu. Pada foto terlihat seorang laki – laki yang membawa tongkat di sisi pundak kiri nya, hal ini menunjukan tanggung jawab dan rasa baktinya kepada orang yang meninggal (ayahnya), tongkat ini pun terbuat dari bambu (apabila yang meninggal laki – laki). Bambu beruas – ruas yang melambangkan kasih sayang seorang ayah yang terputus – putus, sedangkan bila perempuan digunakan kayu yang tidak beruas (melambangkan kasih sayang yang sepanjang masa).
Di depan peti mati biasanya diletakkan meja sembahyang yang terdiri dari foto yang meninggal, hio low, arak, semangka, jeruk bali, kue – kue dan hiasan lainnya dimana masing – masing memiliki arti tersendiri. Hal ini menunjukkan rasa bakti pihak keluarga dan sebagai penghormatan kepada yang meninggal dunia.

Yoretta Yang Wahyudi
915070037
Fakultas Ilmu Komunikasi
Kelas C

NILAI, SELF, N BELIEVE...

A. NILAI
Nilai merupakan sesuatu yang abstrak sehingga sulit untuk dirumuskan ke dalam suatu pengertian yang memuaskan. Beberapa ahli merumuskan pengertian nilai dari beberapa perspektif yakni perspektif antropologis, filsafat dan psikologis. Secara antropologis Kluckhon (1962) mengemukakan nilai merupakan suatu konsepsi yang secara eksplisit dapat membedakan individu atau kelompok, karena memberi ciri khas baik individu maupun kelompok. Secara filosofis, Spranger (1928) menyamakan nilai dengan perhatian hidup yang erat kaitannya dengan kebudayaan karena kebudayaan dipandang sebagai sistem nilai, kebudayaan merupakan kumpulan nilai yang tersusun menurut struktur tertentu. Nilai hidup adalah salah satu penentu kepribadian, karena merupakan sesuatu yang menjadi tujuan atau cita-cita yang berusaha diwujudkan, dihayati, dan didukung individu. Menurut Spranger corak sikap hidup seseorang ditentukan oleh nilai hidup yang dominan, yaitu nilai hidup yang dianggap individu sebagai nilai tertinggi atau nilai hidup yang paling bernilai.
Orang akan memandang segala sesuatu dengan kacamata nilai hidup yang dihargainya paling tinggi atau dominan itu sehingga nilai hidup yang lain yang berasal dari pengertian kebudayaan secara luas, akan diwarnai juga oleh nilai hidup yang dominan itu. Spranger menggolongkan adanya enam lapangan nilai, yaitu :
1. Lapangan nilai yang bersangkutan dengan manusia sebagai individu, meliputi lapangan pengetahuan, lapangan ekonomi, lapangan kesenian, dan lapangan keagamaan.
2. Lapangan nilai yang bersangkutan dengan manusia sebagai anggota masyarakat, yaitu : lapangan kemasyarakatan, dan lapangan politik. Pengertian nilai dari persepektif psikologis dikemukakan Munn (1962) bahwa nilai merupakan aspek kepribadian, sesuatu yang dipandang baik, berguna atau penting dan diberi bobot tertinggi oleh seseorang.
Dari uraian di atas maka nilai dapat diartikan sebagai sesuatu yang dianggap baik, berguna atau penting, dan diberi bobot tertinggi oleh individu atau kelompok dan menjadi referensi dalam bersikap serta berperilaku dalam hidupnya.
Setelah mengetahui definisi dari nilai, nilai yang saya miliki atau hal – hal yang saya anggap baik dan benar adalah kejujuran, saya sangat tidak suka jika ada yang berbohong pada saya, apalagi bila baru kenal. Saya menganggap kejujuran adalah nomor satu, sehingga saya tidak dapat memaafkan orang yang membohongi saya. Selain itu saya juga sangat tidak suka dikhianati. Dalam hidup saya, sudah seringkali saya dikhianati baik itu oleh teman dekat saya maupun oleh orang yang pernah sangat saya sayangi. Saya merasa dibohongi dan dikhianati oleh dirinya selama 4 bulan, dan itu membuat luka di hati saya. Akhirnya sakit hati saya membuat rasa sayang itu berubah menjadi benci. Begitulah saya, jika sudah dikhianati melewati batas toleransi saya, perasaan saya dapat berubah 180°. Namun seiring dengan berjalannya waktu, saya tidak mau memendam rasa benci dalam hati saya, sehingga saya sudah merelakan mengikhlaskan semuanya.
Selain kejujuran, kesetiaan, kerja keras dan semangat merupakan nilai yang penting dalam hidup saya.

B. KEPERCAYAAN (BELIEF)
Memilih karier dan profesi untuk ditekuni memerlukan suatu belief bahwa pilihan itu memberikan harapan ke arah peningkatan kualitas hidup di masa depan. Sama halnya ketika seorang lulusan sekolah menengah memilih fakultas tertentu untuk melanjutkan studinya di universitas. Belief seseorang itu mengarahkan sikap dan kemudian perilakunya terhadap hal atau objek tertentu.
Semua orang, sadar ataupun tidak, memilih karier dan profesi atas dasar belief yang dianutnya. Profesi-profesi favorit di masa lalu ––dokter, insinyur, akuntan, atau lainnya–– diyakini banyak orang akan mampu membuat mereka sejahtera lahir dan batin. Sebaliknya, sebagian pilihan lain seperti wirausaha, wiraniaga, penulis, dan seniman, dianggap kurang dapat diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Semua itu karena belief yang dimilikinya.
Kata “belief” dalam kamus Echols dan Sadhily diterjemahkan sebagai kepercayaan atau keyakinan. Umumnya hal ini dikaitkan dengan agama (believer), tetapi tidak cuma itu. Sementara Anthony Robbins, dalam bukunya Unlimited Power, menjelaskan bahwa, “Belief is nothing but a state, an intenal representation that governs behaviors.” Ia dapat bersifat memberdayakan (empowering belief), tapi juga dapat ‘memperlemah’ (disempowering belief). Dan, seorang bernama Robert Danton Jr, pernah menegaskan bahwa, “Sebuah keyakinan adalah apa yang secara personal kita ketahui atau kita anggap benar, sekalipun orang lain tidak menyetujuinya.” Hal terakhir ini menunjukkan sifat subjektif dari belief seseorang.
Dalam kaitannya dengan pilihan karier dan profesi, sebuah keyakinan dapat bersifat memberdayakan bila ia menuntun kita untuk melihat kemungkinan (possibility) untuk dapat berhasil atau mencapai tujuan tertentu. Sebaliknya, ia juga dapat ‘memperlemah’ jika kita tidak yakin terhadap kemungkinan bahwa karier dan profesi yang sedang kita tekuni akan membuka peluang untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Artinya, bila kita yakin bahwa kita tidak akan bisa berhasil, maka disempowering belief ini membuat kita enggan berusaha lebih serius atau bekerja lebih keras. Sebaliknya, jika kita yakin bahwa keberhasilan bisa dicapai lewat karier dan profesi yang kita tekuni, maka empowering belief ini akan menjadi semacam sumber energi luar biasa yang membuat kita mampu bertekun dan bekerja keras untuk mencapai apapun tujuan yang telah kita tetapkan dalam hati.
Darimana sebuah keyakinan muncul? Robbins menyebutkan lima sumber, yakni: lingkungan sekitar (environment), peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita (events), pengetahuan (knowledge), hasil-hasil masa lalu (our past results), dan creating in your mind of the experience you desire in the future as if it were here now (semacam ‘visi” –pen).
Dalam pengertian di atas, sebuah belief ikut membentuk sikap atau attitude, yakni suatu pola berpikir (kognitif) dan pola berperasaan (afektif) yang kemudian dinyatakan dalam perilaku tertentu (behavior). Dan dalam arti yang dijelaskan Robbins bahwa belief memiliki kesamaan pengertian dengan apa yang disebut Stephen Covey, pengarang The 7 Habits of Highly Effective People, sebagai paradigma atau peta mental.
Baik Robbins maupun Covey sepakat bahwa belief atau paradigma yang kita anut/miliki, dapat kita ubah, kita geser, atau kita perbaiki agar lebih berkesesuaian dengan fakta kehidupan (‘kebenaran’). Akan tetapi hal itu tidaklah mudah dilakukan. Kebanyakan kita enggan atau bahkan takut menerobos batas-batas keyakinan yang kita miliki, apalagi bila keyakinan itu juga dianut oleh sebagian besar orang di lingkungan kita (keluarga, sekolah, masyarakat, dsb).[aha]
Dikutip dari Andrias Harifa
• Andrias Harefa adalah seorang writer, trainer, speaker, inisiator Pembelajar.com, serta penulis 30 buku laris. Ia dapat dihubungi di: aharefa@cbn.net.id.
Berdasarkan kutipan dan penjelasan mengenai belief di atas, keyakinan yang saya miliki, jika berhubungan dengan agama saya, agama Buddha, bahwa setiap perbuatan yang kita lakukan pasti akan memberikan hasilnya pada diri kita sendiri, kitalah yang akan menanggung semua akibat perbuatan kita. Jika kita mengalami masalah itu karena akibat perbuatan buruk kita di masa lampau. Nasib bisa kita ubah, semuanya tergantung dari perbuatan kita sendiri (karma). Tentu saja, keyakinan saya adalah kepada Sang Buddha.
Adapun keyakinan saya (hampir sama dengan prinsip) yang lain adalah
- jika kita terus menerus berusaha pastinya akan mendapatkan hasil yang maksimal.
- Hidup itu terlalu singkat untuk dilewati dengan hal – hal yang tidak berguna dan bersedih hati. Isilah harimu dengan berbagai kegiatan positif dan menyenangkan karena hidup itu hanya sekali.
- Tidak ada seorang pun yang dapat saya percaya kecuali diri saya sendiri.
- Hidup itu pilihan, jika kita salah memilih maka hadapilah dengan senyuman dan nikmatilah hidup, jangan dibuat stress. ”Enjoy aja!”
- Salah itu wajar, namanya juga proses pembelajaran. Dalam hidup ini selalu belajar, belajar, dan belajar.
- Jika saya mau, saya bisa mendapatkan apapun yang saya inginkan!
- Hidup ini terdiri dari suka dan duka yang saling berganti, tetapi lebih banyak dukanya.
- Saya harus menjadi yang No. 1, pertama, dan satu –satunya.
C. SELF IDENTITY
Self-concept or self identity refers to the global understanding a sentient being has of him or herself. It presupposes but can be distinguished from self-consciousness, which is simply an awareness of one's self. It is also more general than self-esteem, which is the purely evaluative element of the self-concept.
The self-concept is composed of relatively permanent self-assessments, such as personality attributes, knowledge of one's skills and abilities, one's occupation and hobbies, and awareness of one's physical attributes. For example, the statement, "I am lazy" is a self-assessment that contributes to the self-concept. In contrast, the statement "I am tired" would not normally be considered part of someone's self-concept, since being tired is a temporary state. Nevertheless, a person's self-concept may change with time, possibly going through turbulent periods of identity crisis and reassessment.
The self-concept is not restricted to the present. It includes past selves and future selves. Future selves or "possible selves" represent individuals' ideas of what they might become, what they would like to become, and what they are afraid of becoming. They correspond to hopes, fears, standards, goals, and threats. Possible selves may function as incentives for future behavior and they also provide an evaluative and interpretive context for the current view of self.
Saat kita berada dalam suatu komunitas, kita mengidentifikasikan diri sebagai anggota komunitas tersebut. Kita berpikir, berucap dan berprilaku sedekat mungkin dengan 'kebiasaan' yang dianut oleh komunitas tersebut. Hingga suatu tahap adaptasi tertentu, kitapun seakan telah menjadi anak adopsi dari komunitas itu. Suatu ketika kita telah menghablur dalam komunitas itu. Diri kita seakan tak terpisahkan lagi dari padanya. Apakah sesungguhnya kita telah sedemikian menyatunya dengan komunitas tersebut ? Dan apakah kita telah kehilangan/meletakkan sama sekali diri kita sebagai suatu individu mandiri ?
Sebetulnya tidak; kita masih merupakan individu mandiri diantara anggota komunitas lainnya. Bedanya dengan mereka yang tak menjadi anggota komunitas hanyalah pada 'identifikasi diri'. "Anggota milis A", itulah salah satu bentuk identifikasi diri tersebut. Sejalan dengan itu, pihak lainpun memandang kita sebagai Si Anu -- anggota milis A. Demikian juga halnya dengan keanggotaan kita pada komunitas lain -- apapun bentuk komunitas tersebut -- ia melahirkan 'identitas' khusus bagi kita.
Nama; inilah identitas hakiki kita. Nama mencirikan kita diantara manusia lain di muka bumi ini. Seseorang ber-nama, nama yang membedakannya dengan makhluk lain, lengkap dengan 'citra-diri'-nya. Manakala jasmaninya hancurpun 'nama'-nya tetap menghuni ingatan kita; ingatan mana adalah kumpulan berbagai kesan kita terhadapnya. Kesan-kesan tersebut berasal dari 'citra-diri'-nya yang tercerap saat kita mengadakan kontak dengannya ketika ia masih berjasmani. Kita akan mengalami kesulitan besar bilamana kita mesti mengidentifikasikan sesorang ataupun sesuatu, yang sama sekali tak pernah mengadakan 'kontak' dengan kita. Kontak di sini mempunyai makna amat essensial dalam membentuk kesan batin; untuk selanjutnya kita rangkai menjadi citra tentang seseorang atau sesuatu tersebut bukan ?
Jadi, sesungguhnya identitas seseorang atau sesuatu hanyalah identifikasi kita tentang seseorang atau sesuatu tersebut. Sekali lagi mesti saya katakan bahwa itu bukanlah seperti apa identifikasi kita tentangnya; ia tetap seperti 'apa adanya', betapapun kita mengidentifikasikannya atau dengan kata lain, betapapun kita me-NAMA-inya.
Identitas diri saya:
Nama : Yoretta Yang Wahyudi
Jenis kelamin : perempuan
Tempat tanggal lahir : Tangerang, 12 Juni 1989
Status : Mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara
Warga negara : Indonesia

Identitas diri saya antara lain sebagai seorang anak perempuan, seorang kakak, seorang anak sulung, seorang mahasiswi, seorang warga negara Indonesia, seorang umat buddha, dan yang pastinya seorang manusia.


DAFTAR PUSTAKA

http://www.depsos.go.id/Balatbang/Puslitbang%20UKS/2004/Syafriman1.htm

http://www.pembelajar.com/wmview.php?ArtID=1223

http://www.iloveblue.com/bali_gaul_funky/artikel_bali/detail/487.htm

http://en.wikipedia.org/wiki/Self-concept



BY : Yoretta Yang Wahyudi

dasar-dasar PR

Beberapa teori komunikasi yang dikaitkan dengan Public Relations, antara lain:

A. Komunikasi persuasif

`Komunikasi persuasif adalah komunikasi yang bersifat mempengaruhi pemirsanya, sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Persuasi adalah himbauan atau ajakan kepada orang lain agar melakukan apa yang komunikator himbaukan dengan cara memberikan alasan dan prospek baik yang menyakinkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Intinya adalah kegiatan komunikasi yang mempengaruhi pendengarnya (komunikan).

Beberapa hal dalam komunikasi persuasif yang dapat mempengaruhi orang lain.

Komunikator yang mempunyai kredibilitas yang tinggi; contoh: mempunyai pengetahuan tentang apa yang disampaikannya.

Pesan yang disampaikan didukung oleh fakta – fakta atau bukti yang kuat sehingga orang lain percaya dan terpengaruh perilakunya.

Media yang menjadi sarana penyampaian pesan apabila diberitakan secara terus menerus akan membentuk pola pikir yang terpengaruh terhadap apa yang disampaikan.

Dalam komunikasi persuasif yang berkaitan dengan public relations antara lain:

1. Retorika

Retorika (dari bahasa Yunani ήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) secara umum ialah seni atau teknik persuasi menggunakan media oral atau tertulis, bagaimanapun, definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik sebagai bahan studi di universitas. Dengan ini, ada perbedaan antara retorika klasik (dengan definisi yang sudah disebutkan diatas) dan praktek kontemporer dari retorika yang termasuk analisa atas teks tertulis dan visual. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, retorika adalah seni berpidato yang bombastis.

Contoh: Pengamat ekonomi politik yang juga anggota panitia anggaran (panggar) dari FPAN DPR Drajad Wibowo, menganggap pidato Presiden SBY yang disampaikan bersamaan dengan keterangan pemerintah atas rancangan UU APBN 2009, di DPR, Jumat (15/8) sebuah retorika. Untuk lebih jelas kunjungi http://www.kompas.com/read/xml/2008/08/15/13434434/pidato.sby.retorika

2. Difusi inovasi

Inovasi

Secara umum, inovasi didefinisikan sebagai suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh seorang individu atau satu unit adopsi lain. Thompson dan Eveland (1967) mendefinisikan inovasi sama dengan teknologi, yaitu suatu desain yang digunakan untuk tindakan instrumental dalam rangka mengurangi ketidak teraturan suatu hubungan sebab akibat dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, inovasi dapat dipandang sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu. Fullan (1996) menerangkan bahwa tahun 1960-an adalah era dimana banyak inovasi-inovasi pendidikan kontemporer diadopsi, seperti matematika, kimia dan fisika baru, mesin belajar (teaching machine), pendidikan terbuka, pembelajaran individu, pengajaran secara team (team teaching) dan termasuk dalam hal ini adalah sistem belajar mandiri.

Difusi
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi juga dapat diangap sebaai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Jelas disini bahwa istilah difusi tidak terlepas dari kata inovasi. Karena tujuan utama proses difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem.

Unsur-Unsur Difusi Inovasi

Proses difusi inovasi melibatkan empat unsur utama, meliputi 1) inovasi; 2) saluran komunikasi; 3) kurun waktu tertentu; dan 4) sistem sosial.

B. Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisasi adalah komunikasi yang terjadi dalam lingkup suatu organisasi atau lembaga seperti sekolah, kalangan mahasiswa, universitas, rumah sakit dan lain – lain. Organisasi adalah suatu kumpulan atau sistem individual yang berhierarki secara jenjang dan memiliki sistem pembagian tugas untuk mencapai tujuan tertentu. DeVito (1997:337), menjelaskan organisasi sebagai suatu kelompok individu yang diorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu.

Ada 4 fungsi:

1. Fungsi informatif , organisasi dipandang sebagai suatu sistem proses informasi. Maksutnya,seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik,dan lebih tepat.

2. Fungsi regulative, fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Ada dua hal yang berpengaru terhadap fungsi regulatif,. Pertama, atasan atau orang yang berada dalam tataran managemen, yaitu mereka memiliki kewenanganuntuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Kedua, berkaitan dengan pesan atau message,pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja.

3. Fungsi persuasive, dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan lebih suka memersuasi bawahanya dari pada memberi perintah

4. Fungsi integrative, setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan baik.

Komunikasi organisasi terdiri dari teori sistem, pengambilan keputusan kelompok, budaya organisasi yang berkaitan dengan public relations:

· Budaya organisasi

Seperti halnya individu organisasi juga mempunyai kepribadian. Kepribadian pada sebuah organisasi lebih dikenal dengan nama budaya organisasi. Menurut Prof. Dr. Taliziduhu Ndraha, budaya dalam organisasi adalah nilai-nilai dasar yang diciptakan, ditemukan dan dikembangkan dalam organisasi. Karena budaya organisasi berupa nilai-nilai, maka berkaitan dengan visi organisasi atau cita-cita organisasi (Master, Oktober 2000).

Contoh: organisasi Koperasi TNI AL. Koperasi TNI AL merupakan sub organisasi TNI AL yang mempunyai visi dan misi berbeda sehingga untuk mencapai tujuan organisasi tersebut perlu adanya transformasi budaya dan budaya militer menjadi budaya kewirausahaan.

C. Media Massa

Media adalah sarana yang dipergunakan oleh komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan suatu pesan kepada komunikan, apabila komunikan jauh tempatnya atau banyak,jumlahnya atau kedua-duanya. (Sumber : Kamus Komunikasi, Drs. Onong Uchjana Effendy, MA). Media komunikasi adalah suatu sarana yang memungkinkan tersampaikannya suatu pesan. Media massa adalah sarana yang mentransmisikan pesan-pesan yang identik kepada sejumlah besar orang yang secara fisik berpencaran. (Sumber : Hubungan Masyarakat, Prinsip, Kasus dan Masalah, H. Frazier Moore).

Media massa ada yang cetak (koran, majalah, buletin) dan elektronik (televisi, radio) bahkan sekarang ada media online (internet melalui komputer seperti blog dan sebagainya). Media massa sering dikatakan memiliki peran sebagai "anjing penjaga" dan berdiri di sisi yang berlawanan dengan pemerintah. Salah satu manfaat utama pers yang bebas dalam sistem demokrasi sering dinyatakan dengan kewajiban untuk menyediakan informasi pada masyarakat mengenai kinerja pemerintah. Peran pers juga terkait fungsinya sebagai pilar keempat dalam demokrasi pancasila.

Apabila dikaitkan dengan public relations, yang termasuk dalam media masa, misal opini publik, spiral of silence, semiotika, uses and gratifications.

· Opini publik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, opini public adalah pendapat masyarakat, pendapat umum, pendapat sebagian besar masyarakat.
Opini publik adalah unsur-unsur dari pandangan, perspektif dan tanggapan masyarakat mengenai suatu kejadian, keadaan, dan desas-desus tentang peristiwa-peristiwa tertentu.

· Spiral of silence

The spiral of silence is a political science and mass communication theory propounded by the German political scientist Elisabeth Noelle-Neumann. The theory asserts that a person is less likely to voice an opinion on a topic if one feels that one is in the minority for fear of reprisal or isolation from the majority (Anderson 1996: 214; Miller 2005: 277). Recent investigation into the Internet has raised the question whether the "spiral of silence" exists on the communicative nature of the Internet.

Teori Spiral Keheningan ini dapat diuraikan sebagai berikut: individu memiliki opini tentang berbagai isu. Akan tetapi, ketakutan akan terisolasi menentukan apakah individu itu akan mengekspresikan opini-opininya secara umum. Untuk meminimalkan kemungkinan terisolasi, individu-individu itu mencari dukungan bagi opini mereka dari lingkung­annya, terutama dari media massa.

Media massa - dengan bias kekiri-kirian mereka - memberikan interpretasi yang salah pada individu-individu itu tentang perbedaan yang sebenarnya dalam opini publik pada berbagai isu. Media mendukung opini-opini kelompok kiri dan biasanya menggambarkan kelompok tersebut dalam posisi yang dominan.

Sebagai akibatnya, individu-individu itu mungkin mengira apa yang sesungguhnya posisi mayoritas sebagai opini suatu kelompok minoritas. Dengan berlalunya waktu, maka lebih banyak orang akan percaya pada opini yang tidak didukung oleh media massa itu, dan mereka tidak lagi mengekspresikan pandangan mereka secara umum karena takut akan terisolasi. Selama waktu tersebut, karena ‘mayoritas yang bisu’ tetap diam, ide minoritas mendominasi diskusi. Yang terjadi kemudian, apa yang pada mulanya menjadi opini minoritas, di kemudian hari dapat menjadi dominan.

Spiral keheningan mengajak kita kembali kepada teori media massa yang perkasa, yang mempengaruhi hampir setiap orang dengan cara yang sama (Noelle-Meumann, 1973).

D. Tradisi Kultural

Tradisi adalah adat kebiasaan yang diturunkan dari nenek moyang yang dijalankan oleh masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

Tradisi kultural yang dimaksudkan disini adalah mengenai kebudayaan yang sudah menjadi tradisi secara turun temurun dan menjadi kebuadayaan dimana kaitannya dengan public relations misalnya interaksi simbolik dan konteks budaya.

· Interaksi simbolik

Tokoh teori interaksi simbolik antara lain : George Herbert Mend, Herbert Blumer, Wiliam James, Charles Horton Cooley. Teori interaksi simbolik menyatakan bahwa interaksi sosial adalah interaksi symbol. Manusia berinteraksi dengan yang lain dengan cara menyampaikan simbol yang lain memberi makna atas simbol tersebut.

Asumsi-asumsi:

  1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi melalui tindakan bersama dan membentuk organisasi.
  2. Interaksi simbolik mencangkup pernafsiran tindakan. Interaksi non simbolik hanyalah mencangkup stimulus respon yang sederhana.

Contoh: warna merah di suatu tempat sudah disepakati sebagai tanda yang berarti berani, atau di tempat lainnya berarti komunis. Simbol H2O berarti air, simbol ♂berarti laki – laki (jantan) sedangkan ♀ untuk perempuan (betina), dan lain – lain.

· Konteks budaya

Yaitu tradisi kultural yang berbeda – beda antara budaya yang satu dengan budaya lainnya sesuai dengan konteks budaya masing – masingnya seperti daerah, bahasa, cara berpakaian, makanan, adat istiadat, tata krama, sopan santun dan lain – lain.

Misalnya budaya inggris dan budaya Indonesia memandang waktu sehari semalam yang 24 jam itu. Pukul satu malam budaya inggris mengatakan Good morning alias selamat pagi; padahal budaya Indonesia mengatakan selamat malam karena memang masih malam, matahari belum terbit. Sebaliknya pukul sebelas siang, buadaya barat masih juga mengatakan selamat pagi; padahal budaya Indonesia mengucapkan selamat siang karena memang hari sudah siang, matahari sudah tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_persuasi

http://fakultasluarkampus.net/apakah-difusi-inovasi-itu/

http://kuliah.dagdigdug.com/2008/07/22/komunikasi-dalam-organisasi-kdo/#more-29

http://beta.tnial.mil.id/cakrad.php3?id=33

http://www.depdagri.go.id/konten.php?nama=Kehumasan&start=2

http://www.depkumham.go.id/xDepkumhamElearning/xBuku/kehumasan/MediaMassaPemerintahdanHumas.htm

http://kuliahkomunikasi.com/?p=24

http://en.wikipedia.org/wiki/Spiral_of_silence

http://teddykw1.wordpress.com/2008/02/26/teori-spiral-keheningan-spiral-of-silence-theory/

http://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi

http://antari05.blogspot.com/2007/11/komunikasi-sosial-budaya.html

Kamus Besar Bahasa Indonesia


by : Yoretta Yang Wahyudi - 915070037